Satu orang menggunakan berbagai media sosial, kira-kira akan sesibuk apakah orang tersebut?
Menggunakan media sosial tanpa tujuan yang jelas, ibarat Speed Boat di tengah lautan yang kehabisan bahan bakar di malam hari dengan awan mendung. Tidak hanya kehilangan arah, boat hanya bisa mengikuti arus seperti kompas yang rusak.
Begini, ada seseorang menggunakan Telegram, WA dan Instagram, karena pekerjaannya sering mengharuskan orang itu menggunakan media sosial tersebut. Seperti orderan yang sering datang lewat WA, atau pengiriman file yang harus lewat Telegram, atau pula pesan yang datang dari orang yang kenalnya hanya lewat Instagram.
Tentu beda sekali dengan orang yang segala aktivitas serta komunikasinya hanya melalui WA. Bila orang tersebut aktif sekali di akun IG dan aktif pula di Telegram, bisa dipastikan orang tersebut sedang bermain. Orang tersebut bisa dibilang bermain media sosial, bukan pengguna. Tahu, bukan, perbedaan main dengan menggunakan?
Namanya orang main, kadang kejauhan. Tak jarang bila scroll terlalu lama, tahu-tahu sudah sampai di server negara lain. Komentar-komentar di suatu konten sudah menggunakan bahasa asing. Mari, waktunya kembali.
Media sosial, di tengah kehidupan yang lebih banyak santai dibanding ngototnya, akan menjadi salah satu penyebab kemalasan dan terbengkalainya beberapa pekerjaan enteng yang bisa diselesaikan dalam waktu setengah hari.
"Lain kali, tentukan, apakah mau bermain media sosial atau menggunakan media sosial, agar orang terdekat yang sedang butuh tidak terlalu susah untuk mencari. Mencari pengguna dengan mencari pemain itu beda jalur cara menemukannya. Saat mencari pengguna, dia akan menjawab saat dipanggil. Tapi saat mencari pemain, kau harus menjewer daun telinganya agar dia bisa kembali dari dunia lain," begitu ungkap Santo.
Bedanya Main dan Menggunakan Media Sosial
Satu orang menggunakan berbagai media sosial, kira-kira akan sesibuk apakah orang tersebut?
Menggunakan media sosial tanpa tujuan yang jelas, ibarat Speed Boat di tengah lautan yang kehabisan bahan bakar di malam hari dengan awan mendung. Tidak hanya kehilangan arah, boat hanya bisa mengikuti arus seperti kompas yang rusak.
Begini, ada seseorang menggunakan Telegram, WA dan Instagram, karena pekerjaannya sering mengharuskan orang itu menggunakan media sosial tersebut. Seperti orderan yang sering datang lewat WA, atau pengiriman file yang harus lewat Telegram, atau pula pesan yang datang dari orang yang kenalnya hanya lewat Instagram.
Tentu beda sekali dengan orang yang segala aktivitas serta komunikasinya hanya melalui WA. Bila orang tersebut aktif sekali di akun IG dan aktif pula di Telegram, bisa dipastikan orang tersebut sedang bermain. Orang tersebut bisa dibilang bermain media sosial, bukan pengguna. Tahu, bukan, perbedaan main dengan menggunakan?
Namanya orang main, kadang kejauhan. Tak jarang bila scroll terlalu lama, tahu-tahu sudah sampai di server negara lain. Komentar-komentar di suatu konten sudah menggunakan bahasa asing. Mari, waktunya kembali.
Media sosial, di tengah kehidupan yang lebih banyak santai dibanding ngototnya, akan menjadi salah satu penyebab kemalasan dan terbengkalainya beberapa pekerjaan enteng yang bisa diselesaikan dalam waktu setengah hari.
"Lain kali, tentukan, apakah mau bermain media sosial atau menggunakan media sosial, agar orang terdekat yang sedang butuh tidak terlalu susah untuk mencari. Mencari pengguna dengan mencari pemain itu beda jalur cara menemukannya. Saat mencari pengguna, dia akan menjawab saat dipanggil. Tapi saat mencari pemain, kau harus menjewer daun telinganya agar dia bisa kembali dari dunia lain," begitu ungkap Santo.
Kenapa Palestina Tidak Kunjung Merdeka?
Presiden 2024 Perlu Menteri Kemiskinan
Terkadang, untuk membedakan identitas seseorang, bisa dilihat dari seberapa pintar orang tersebut membuat kandang untuk binatang buas tersebut. Seberapa piawai dan kuat tali kekang saat binatang buas yang kecil atau besar itu diajak jalan-jalan. Sebaliknya, ada kalanya tali kekang dari binatang buas tersebut putus. Si pemilik abai. Dia merasa, tali yang terbuat dari besi tidak akan mudah putus, meski berkarat. Atau ada yang mengajak jalan-jalan binatang buasnya, tapi tanpa tali pengekang, jadilah melumat segala macam yang menggiurkan di lidahnya.
Aku tidak tahu seberapa keras atau mudahnya memelihara iblis berupa binatang buas yang kecil itu. Tapi, bukankah juga akan kurang baik bila si buas itu dikurung terus-menerus? Bukankah itu akan membuatnya frustasi dan memiliki banyak dendam tersembunyi? Ali Mukoddas November 14, 2023 Admin Bandung Indonesia
Iblis Kecil dalam Diri Lelaki
Terkadang, untuk membedakan identitas seseorang, bisa dilihat dari seberapa pintar orang tersebut membuat kandang untuk binatang buas tersebut. Seberapa piawai dan kuat tali kekang saat binatang buas yang kecil atau besar itu diajak jalan-jalan. Sebaliknya, ada kalanya tali kekang dari binatang buas tersebut putus. Si pemilik abai. Dia merasa, tali yang terbuat dari besi tidak akan mudah putus, meski berkarat. Atau ada yang mengajak jalan-jalan binatang buasnya, tapi tanpa tali pengekang, jadilah melumat segala macam yang menggiurkan di lidahnya.
Aku tidak tahu seberapa keras atau mudahnya memelihara iblis berupa binatang buas yang kecil itu. Tapi, bukankah juga akan kurang baik bila si buas itu dikurung terus-menerus? Bukankah itu akan membuatnya frustasi dan memiliki banyak dendam tersembunyi?
Saat kau bilang, "mana puisi untukku?" Puisi yang khusus untukmu? Hingga detik ini, sulit bagiku untuk menuliskan kata-kata yang pantas untukmu. Ini terkesan seperti mengada-ada, tapi suatu ungkapan tidak ada apa-apanya tanpa kenyataan yang tidak bisa disentuh. Ingin sekali kurangkai kalimat yang bisa menyentuh hatimu, serta kalimat itu juga bisa menyentuh hatiku, hingga ada keselarasan yang membuat kita terikat, tersambung meski jarak dan waktu berongga.
Puisi menjadi sulit dibuat bila berkaitan dengan kenyataan yang amat sakral. Kesakralan tersebut membuat hati enggan untuk mengarang atau memolesnya sedemikian rupa, sebab hal itu akan menghilangkan kemurniannya. Lebih baik kemurnian tersebut tidak tertuang dalam bentuk tulisan, agar perasaannya tetap sama, tidak tertimbun oleh hiasan yang semu. "Aku bukanlah orang yang pandai merias."
Segala sesuatu yang dimiliki, termasuk puisi, perlu pertanggungjawaban. Semakin banyak yang dimiliki, semakin berat juga tanggungjawabnya. Dari pemikiran sederhana itulah barangkali, diri menjadi lumayan malas agar tanggungjawab terkurangi.
Ali Mukoddas September 01, 2023 Admin Bandung IndonesiaPuisi yang Sulit Dibuat
Saat kau bilang, "mana puisi untukku?" Puisi yang khusus untukmu? Hingga detik ini, sulit bagiku untuk menuliskan kata-kata yang pantas untukmu. Ini terkesan seperti mengada-ada, tapi suatu ungkapan tidak ada apa-apanya tanpa kenyataan yang tidak bisa disentuh. Ingin sekali kurangkai kalimat yang bisa menyentuh hatimu, serta kalimat itu juga bisa menyentuh hatiku, hingga ada keselarasan yang membuat kita terikat, tersambung meski jarak dan waktu berongga.
Puisi menjadi sulit dibuat bila berkaitan dengan kenyataan yang amat sakral. Kesakralan tersebut membuat hati enggan untuk mengarang atau memolesnya sedemikian rupa, sebab hal itu akan menghilangkan kemurniannya. Lebih baik kemurnian tersebut tidak tertuang dalam bentuk tulisan, agar perasaannya tetap sama, tidak tertimbun oleh hiasan yang semu. "Aku bukanlah orang yang pandai merias."
Segala sesuatu yang dimiliki, termasuk puisi, perlu pertanggungjawaban. Semakin banyak yang dimiliki, semakin berat juga tanggungjawabnya. Dari pemikiran sederhana itulah barangkali, diri menjadi lumayan malas agar tanggungjawab terkurangi.
Banyak hal yang membuat seseorang takut untuk mati. Memang kematian adalah batas usia manusia, yang kedatangannya tidak pasti tapi pasti akan datang. Manusia cenderung akan takut mati bila diketahui akan mati kapan dan hari apa, seperti orang yang akan dieksekusi mati dalam waktu dekat. Meski sebagian yang lain akan sangat yakin untuk menghadapi kematiannya sebab sudah tahu hari di mana dia akan mati. Namun kebanyakan orang tidak merasakan khawatir soal mati bila tidak tahu kapan kematiannya, seperti tiba-tiba kecelakaan, terkena serangan jantung, keracunan, atau terkena penyakit yang menyebabkan koma panjang kemudian mati dalam waktu koma. Hanya saja, kita tidak bisa memilih waktu untuk mati.
Kebanyakan orang takut untuk mati sebab memiliki banyak penyesalan dan beberapa hal yang diinginkan belum tercapai. Seperti seorang tua yang menderita, takut mati sebab masih ada bayi yang berat untuk ditinggalkannya. Sebaliknya, ada orang yang sudah siap untuk mati sebab merasa hidupnya sudah cukup sampai situ saja, seluruh keinginannya terlaksana, dan tujuan hidupnya tercapai. Ada orang yang mati muda, karena tujuannya sudah selesai pada usia itu. Namun, bukankah sangat menyakitkan bila kita ingin hidup panjang, sedangkan kita akan sering dihadapkan dengan kehilangan, ditinggal teman sebaya karena usia dan menyaksikan perpindahan zaman yang sudah bukan lagi zaman di mana kita lahir? Semua akan asing, dan pada akhirnya kematianlah yang menjadi pilihan untuk mengakhiri pengasingan tersebut.
Manusia bisa menangis, barangkali karena tidak ada tawa yang bisa disyukuri. Dan ada pula manusia yang hanya bisa tersenyum, sebab kematian tak lebih adalah jalan untuk mengakhiri ketidakadilan dalam dirinya.
Alasan Takut Mati
Banyak hal yang membuat seseorang takut untuk mati. Memang kematian adalah batas usia manusia, yang kedatangannya tidak pasti tapi pasti akan datang. Manusia cenderung akan takut mati bila diketahui akan mati kapan dan hari apa, seperti orang yang akan dieksekusi mati dalam waktu dekat. Meski sebagian yang lain akan sangat yakin untuk menghadapi kematiannya sebab sudah tahu hari di mana dia akan mati. Namun kebanyakan orang tidak merasakan khawatir soal mati bila tidak tahu kapan kematiannya, seperti tiba-tiba kecelakaan, terkena serangan jantung, keracunan, atau terkena penyakit yang menyebabkan koma panjang kemudian mati dalam waktu koma. Hanya saja, kita tidak bisa memilih waktu untuk mati.
Kebanyakan orang takut untuk mati sebab memiliki banyak penyesalan dan beberapa hal yang diinginkan belum tercapai. Seperti seorang tua yang menderita, takut mati sebab masih ada bayi yang berat untuk ditinggalkannya. Sebaliknya, ada orang yang sudah siap untuk mati sebab merasa hidupnya sudah cukup sampai situ saja, seluruh keinginannya terlaksana, dan tujuan hidupnya tercapai. Ada orang yang mati muda, karena tujuannya sudah selesai pada usia itu. Namun, bukankah sangat menyakitkan bila kita ingin hidup panjang, sedangkan kita akan sering dihadapkan dengan kehilangan, ditinggal teman sebaya karena usia dan menyaksikan perpindahan zaman yang sudah bukan lagi zaman di mana kita lahir? Semua akan asing, dan pada akhirnya kematianlah yang menjadi pilihan untuk mengakhiri pengasingan tersebut.
Manusia bisa menangis, barangkali karena tidak ada tawa yang bisa disyukuri. Dan ada pula manusia yang hanya bisa tersenyum, sebab kematian tak lebih adalah jalan untuk mengakhiri ketidakadilan dalam dirinya.